Peranan Hukum Internasional Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Migran Lintas Negara

banner 468x60

Oleh : Iga Jessica

Mahasiswa Fakultas Syari’ah Prodi Hukum Tata Negara UINFAS BENGKULU

banner 336x280

 

 

 

Setiap negara berdaulat sudah pasti sebagai ciri sebuah negara akan memiliki penduduk atau warga negaranya, mempunyai yurisdiksi atau matra laut darat dan udara serta struktur pemerintahan yang diatur oleh hukum nasionalnya masing-masing.

Tiap negara bernaung dibawah konstitusi sebagai landasan yuridis – filosofis – sosiologis dalam penyelenggaraan kehidupan kesejahteraan warga negaranya. Warganegara suatu negara bukan saja wajib tunduk pada hukum positif atau hukum nasionalnya sendiri, juga wajib tunduk secara sukarela walaupun tidak mengikat mutlak dari primat hukum internasional. Berbagai konvensi di bidangnya masing-masing negara-negara dibawah naungan organisasi internasional PBB telah sepakat mengikatkan diri untuk mentaati aturan universal seperti konvensi yang melindungi buruh atau tenaga kerja migran yang berkiprah lintas yuridiksi antar negara. Kalau konvensi atau hukum nasional negara pihak dilanggar akan menimbulkan kriminalisasi yang tergolong kejahatan critransnasional (transnational crimes) .

Kejahatan transnasional menyangkut tenaga kerja atau buruh lazimnya dilakukan oleh pelaku sindikat penyelundup lintas batas yurisdiksi dari negara yang satu ke negara lain / asing dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi secara rapi, serius dan terselubung. Jaringan mereka ini dalam kiprahnya melibatkan beberapa negara, seperti negara pengirim / penyelundup, negara tempat transit dan negara tujuan akhir. Terkait cara-cara serta modus para pelaku kejahatan terorganisasi dengan para korbannya tenaga kerja migran lintas yurisdiksi negara, dipahami sebagai kejahatan serius yang dilakukan oleh kelompok pelaku tindak pidana terorganisir

Kurangnya lapangan kerja di dalam negeri mengakibatkan banyak warga negara yang mencoba mengadu nasib mencari pekerjaan ke luar negeri , dengan harapan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok bagi diri dan keluarga mereka (sandang, pangan dan papan). Kepergian warga negara Indonesia ke luar negeri dengan tujuan mencari pekerjaan dibenarkan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) dan perubahannya yang tersurat “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 38 ayat (2) tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa – warga negara berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya. Oleh karenanya, warga negara Indonesia tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk di luar negeri. Adapun beberapa golongan pekerjaan yang dijadikan obyek perdagangan

orang, yaitu sebagai berikut :

a. Pembantu Rumah Tangga

b. Pelayan Restoran

c. Buruh Pabrik dan Perkebunan

d. Industri Hiburan / Pekerja Sex Komersial, dan lain-lain.

 

Perdagangan orang dapat terjadi antar pulau atau daerah dalam satu wilayah negara. Namun belakangan ini perdagangan orang lazim terjadi lintas batas negara, sehingga tergolong dalam kategori kejahatan transnasional atau transnational crime. Menurut konsep pengertian diberikan oleh Passas N. bahwa transnational crime adalah “Prilaku yang membahayakan kepentingan yang dilindungi oleh hukum di lebih dari satu yurisdiksi nasional dan yang dikriminalisasi dalam setidaknya oleh salah satu

negara atau yurisdiksi yang terkait”.

Payung hukum tenaga kerja migran yang bekerja lintas negara dimanapun menjadi negara tujuan migran untuk bekerja tetap tunduk pada konvensi internasional yang dikeluarkan oleh PBB, melalui bagian organisasi buruh dunia yakni ILO. Tiap negara pengirim migran mesti menghormati dan memiliki hak menerapkan prinsip kedaulatan teritorial internal eksklusif maupun eksternal yang setara.Pada tingkat internasional, payung hukum yang mengatur perlindungan buruh migran ada pada Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Konvensi tersebut dideklarasikan di New York pada 18 Desember 1990 dan diberlakukan sebagai hukum pada 1 juli 2003. Sebagai anggota PBB, Indonesia ikut menandatangani konvensi ini pada 22 September 2004. Buruh migran memiliki posisi yang penting karena buruh migran telah memberikan sumbangan pada kepentingan nasional berupa sumbangan devisa atau biasa disebut dengan remittances. Buruh migran memberikan remittances yang tidak sedikit, yaitu antara 1 sampai 6 kali per tahun dengan total jumlah per transaksi sekitar 200-500 US$.Menurut Surtees, permasalahan yang berkaitan dengan buruh migran diantaranya: kekerasan, penyalahgunaan (penyimpangan), pemalsuan dokumen, pemberian informasi yang salah. Bicara mengenai buruh migran Indonesia, permasalahan yang kerap mencuat adalah:

1. Minimnya perlindungan.

2. Adanya kekerasan dan penyiksaan terhadap buruh migran.

3. Ancaman hukuman penjara sampai hukuman mati.

4. Relatif tingginya jumlah buruh migran yang tewas.

5. Sistem penempatan dan perlindungan negara pengirim pekerja migran belum

mengacu kepada kesepakatan internasional.

6. Di luar negeri, majikan memiliki kekuasaan yang absolut.

 

Pekerja migran rawan menjadi korban praktek perdagangan manusia, maka negara melalui hak yurisdiksi teritorialnya yang ekstra tersebut memiliki kewenangan atas masalah terkait. Perkembangan yang terjadi pada akhir tahun 90-an, Frederick Mann mengamati bahwa :

“Biasanya tidak ada negara yang diizinkan untuk menerapkan undang-undang

kepada orang asing sehubungan dengan tindakan yang dilakukan oleh mereka

di luar dominasi kekuasaan kedaulatan yang berlaku. Itu adalah aturan berdasarkan hukum internasional, dimana kekuatan kedaulatan terikat untuk

menghormati subyek dan hak-hak seluruh kekuatan kedaulatan di luar

wilayahnya sendiri”

Protokol Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak-anak diadopsi melalui Resolusi PBB A/RES/55/25. Protokol ini merupakan protokol tambahan dari Konvensi PBB tentang TOC yang harus selalu diinterpretasikan secara bersamaan dengan Konvensi TOC. Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi TOC berlaku secara mutatis mutandis terhadap protokol ini kecuali diatur lain di dalam protokol. Protokol Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak-anak mulai berlaku pada tanggal 25 Desember 2003 pada hari ke-90 setelah terdapat negara ke-40 yang meratifikasi atau mengakses. Sampai dengan Juni 2012 tercatat 117 negara yang telah menandatangani protokol dan 150 negara peserta.Sebagai salah satu negara yang telah menandatangani International Convention

on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families

(Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan

Anggota Keluarganya), Indonesia memiliki komitmen untuk meratifikasi Konvensi ini.

Ratifikasi konvensi ini diharapkan dapat mendorong terciptanya ratifikasi universal

dan penerapan prinsip serta norma standar internasional bagi perlindungan hak-hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya secara global.

Dalam upaya melindungi, menghormati, memajukan dan memenuhi hak-hak

pekerja migran dan anggota keluarganya, Pemerintah Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan terhadap

tenaga kerja, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1 979 tentang Kesejahteraan Anak;

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;

7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia;

9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang;

10. Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

12. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

 

Kaidah-kaidah mengenai tanggung jawab negara menurut prinsip-prinsip umum mengenai perlindungan warga negara di luar negeri bergantung pada terpeliharanya keseimbangan yang pantas antara dua hak fundamental negara, hak suatu negara untuk menjalankan yurisdiksi di wilayah sendiri, bebas dari pengawasan negara-negara lain; dan hak suatu negara untuk melindungi warga negaranya di luar negeri.

Dalam upaya perlindungan terhadap buruh migran/tenaga kerja lintas negara terdapat aktor-aktor lain selain negara, peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional saat ini telah diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi suatu negara. Bahkan saat ini organisasi internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut, eksistensi Hukum Internasional sebagai suatu sistem hukum dirasa sudah cukup berkembang dengan adanya undang-undang yang menjadi sandaran untuk berlindung para TkI di lintas migran negara.

 

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *